Kasus Yang Diduga Libatkan Arinal Mandek , FLM Ngadu ke Pusat

BANDARLAMPUNG(SB) – Tidak Jelasnya penanganan kasus dugaan Korupsi dalam Penetapan Honorarium Penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur dan Tim evaluasi Raperda APBD Kabupaten/Kota pada Sekretariat Daerah Provinsi Lampung tahun 2015, Front Lampung Menggugat (FLM) surati Kejagung, KPK dan DPR RI.

Hermawan Koordinator presidium FLM yang membawahi 14 LSM dan Ormas menyebut bahwa dalam laporan itu, pihaknya menyatakan mosi tidak percaya terhadap penegakan supremasi hukum pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.

Dia mencatat, tiga kali Kejati Lampung menerbitkan surat mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penetapan Besaran Honorarium Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, Rancangan Peraturan Gubernur dan Tim Evaluasi Raperda APBD Kabupaten/Kota pada Sekretariat Daerah Provinsi Lampung TA 2015 nyata adanya, tetapi sampai sekatang belum ada hasilnya.

Adapun tiga surat terkait kasus tersebut yakni, laporan hasil Penyidikan Kepala Kejati Lampung Nomor: Prin-03/N.8/Fd.1/04/2017 tanggal 28 April 2017, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nomor: Prin-09/N.8/Fd.1/06/2017 tanggal 08 Juni 2017, dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati nomor: Prin-05/L.8/Fd.1/09/2019.

“Padahal sudah beberapa kali kejati menerbitkan surat perintah penyidikan, namun sampai sekarang belum juga menetapkan tersangka. Masyarakat bertanya-tanya ini, ada apa dengan Kejati Lampung?,” kata Hermawan saat dihubungi via telepon, Senin (17/2/2020).

Pihaknya juga meminta agar Kejagung RI menindaklanjuti adanya laporan masyarakat ke Kejati Lampung atas dugaan tindak pidana korupsi honorarium tahun 2015 lalu. Selain surat laporan diserahkan ke Kejagung, FLM juga melayangkan ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, dan Komisi III DPR RI.

“Kita juga meminta KPK untuk supervisi kasus ini. Selain itu melayangkan surat ke komisi III DPR RI, untuk rapat dengar pendapat. Agar perkara ini jelas dan terang. Dan segera menetapkan tersangka. Kami berharap gerakan anti korupsi bukan hanya menjadi slogan semata, namun adanya langkah kongkrit insitusi penegak hukum dalam pelaksanaannya,” kata dia.

Hermawan berharap, pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi tanggungjawab semua elemen masyarakat, karena korupsi adalah musuh bersama dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).

“Kami akan terus melakukan langkah lainnya, apabila persoalan yang terjadi tidak ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku, bahkan tidak segan-segan kami akan melakukan penyampaian aspirasi dimuka umum, baik di kejati maupun Kejagung RI,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan perhitungan sementara Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap perkara dugaan korupsi Ketua DPD I Golkar itu, ditemukan kerugian negara sebesar Rp480 juta.

Kerugian tersebut timbul dari selisih besaran honor yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Namun, kendati telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi.

“Untuk sementara, kami telah menghitung kerugian Negara secara internal dan telah kami dapat angkanya. Tinggal kami memperdalam unsur tindak pidannya saja,” kata sumber di kejaksaan beberapa waktu lalu.

Jaksa itu juga mengaku, temuan tim penyidik juga telah dilaporkan ke Kajati. “Sudah kami laporkan perkembanganya kepada pimpinan. Kami sedang memperdalamnya,” tegasnya singkat.

Terkait dugaan pelanggaran dalam pembuatan, penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar temuan kerugian, jaksa tersebut enggan berkomentar.

Namun ditegaskannya, bahwa keberlakuan pergub tidak dapat berlaku surut. “Ya yang jelas pergub itu tidak berlaku surut. Udah itu saja, saya yakin anda dapat menganalisanya,” tegasnya.

Perkara dugaan korupsi yang dilakukan Arinal Djunaidi saat menjabat Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung mencuat setelah dilaporkan Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa) beberapa waktu.

Dalam laporanya disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014.

Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota. Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.

Kemudian nama Arinal di tahun 2015 juga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung. Nama Arinal sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung seharusnya bedasarkan regulasi tidak dapat diikutsertakan dalam tenaga ahli. (TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.