Bandar Lampung – Penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Lampung Utara menuai sorotan. Seorang perempuan bernama Amelia Apriani yang melaporkan suaminya, Subli alias Alek, justru dilaporkan balik dengan tuduhan serupa.
Kuasa hukum Amelia menuding langkah tersebut bentuk kriminalisasi terhadap korban. Mereka resmi mengadukan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung Utara ke Propam Polda Lampung karena dugaan pelanggaran prosedur, manipulasi BAP, hingga sikap penyidik yang dianggap tidak profesional.
“Bagaimana mungkin seorang perempuan yang mengalami kekerasan fisik berat, dengan bukti foto dan video, justru dijadikan tersangka? Ini adalah pelecehan terhadap korban dan mencederai sistem hukum,” tegas Yuli Setyowati, anggota tim kuasa hukum, dalam konferensi pers di Bandar Lampung, Sabtu (13/9/2025).
Kronologi
Peristiwa KDRT terjadi pada 15 Juli 2025 di kediaman S di Jalan Dwikora, Talang Inim, Bukit Kemuning. Amelia mengalami luka serius hingga harus divisum di puskesmas setempat. Namun sejak awal, upaya mencari keadilan penuh hambatan.
* Laporan pertama ditolak Polsek Bukit Kemuning dengan alasan tidak memiliki Unit PPA.
* Laporan baru diterima setelah korban dan keluarga menghadap Wakapolres Lampura.
* Amelia akhirnya melapor dengan Nomor LP/B/388/VII/2025/SPKT/POLRES LAMPUNG UTARA/POLDA LAMPUNG.
Ironisnya, pada 2 Agustus 2025, Amelia dilaporkan balik oleh suaminya melalui LP Nomor LP/B/421/VIII/SPKT/POLRES LAMPUNG UTARA/POLDA LAMPUNG.
Kejanggalan
Kuasa hukum menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan perkara, antara lain:
1. Kanit PPA menyimpulkan KDRT ringan tanpa gelar perkara.
2. BAP diubah dan dirobek, sejumlah keterangan dinilai keliru.
3. Panggilan terlapor tidak sesuai KUHAP; pelaku dua kali mangkir tanpa tindakan paksa.
4. Belum ada penetapan tersangka meski bukti visum dan saksi cukup.
5. Penyitaan handphone kuasa hukum tanpa dasar hukum.
6. Pemaksaan sumpah dengan Al-Quran pada tahap penyelidikan.
7. Pernyataan Kasat Reskrim yang dinilai menyesatkan publik.
Atas dasar itu, tim hukum mengirimkan aduan resmi ke Propam Polda Lampung melalui Surat Nomor 014/B/RJR/IX/2025 tertanggal 3 September 2025.
Sikap Tegas Kuasa Hukum
Tim kuasa hukum menegaskan, Propam Polda Lampung perlu segera melakukan audit kinerja penyidik Polres Lampura, mengingat penanganan perkara terhadap Amelia dianggap tidak profesional.
“Kami mengingatkan agar penyidik Polres Lampura tidak memaksakan klien kami sebagai terlapor untuk naik ke tahap penyidikan. Kami meyakini tidak ada perkelahian tanding ataupun serangan balik dari Amelia yang justru menjadi korban KDRT oleh Subli alias Alek. Laporan balik ini jelas kriminalisasi,” tegas Hanafi Sampurna, S.H., kuasa hukum korban.
Pihaknya juga menyatakan siap melakukan perlawanan hukum secara maksimal. “Jika perkara ini tetap dinaikkan ke penyidikan, kami akan mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan,” sambung Hanafi.
Kuasa hukum juga mengingatkan, Polres Lampung Utara memiliki catatan buruk terkait kasus salah tangkap dan dugaan rekayasa perkara. Mereka menegaskan jangan sampai praktik serupa kembali menimpa Amelia.
Amelia didampingi delapan pengacara dari Kantor Hukum Ridho Juansyah, S.H. & Rekan: Ridho Juansyah, Hanafi Sampurna, Yuli Setyowati, M. Aditya Permana, Riki Anky Wijaya, Rifdah Dzahabiyyah Zayyan, Aldi Irfani, dan Aurel Thessalonica Saragih.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kasat Reskrim Polres Lampung Utara AKP Apfryyadi Pratama menyampaikan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar penetapan tersangka.
“Waalaikumsalam, minggu depan insyaAllah gelar penetapan tersangka,” kata Apfryyadi.
Terkait aduan kuasa hukum korban ke Bidang Propam Polda Lampung, ia menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan hak setiap masyarakat.
“Setiap warga negara berhak mengajukan aduan ke Propam. Yang jelas, Satreskrim Lampung Utara akan selalu menangani perkara sesuai SOP, tanpa memandang siapa pelapornya,” tegasnya.