Ada satu kalimat sederhana, tapi dalam maknanya. Ucapan itu datang dari Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, usai melantik delapan pejabat administrator (eselon III) di Aula Rajabasa, Rabu (27/8/2025).
Dengan tenang, ia menegaskan bahwa pelantikan itu tidak ada kaitannya dengan tim sukses. “Jabatan yang diberikan bukan hadiah, bukan karena timses, tetapi melalui penilaian yang berbasis pada pelayanan kepada masyarakat,” tegas Egi.
Kalimat itu terdengar ringan, tapi sesungguhnya adalah tamparan halus untuk banyak kepala daerah lain. Karena kita tahu, di berbagai daerah, pelantikan pejabat kerap hanya menjadi panggung politik: kursi diberikan pada orang dekat, loyalis, atau sekadar titipan. Bukan pada mereka yang benar-benar punya kompetensi.
Pesan Egi ini harusnya jadi cermin. Bahwa jabatan bukanlah upeti, bukan pula balas jasa politik. Jabatan adalah amanah. Jika salah kelola, ia bisa merusak tatanan pemerintahan sekaligus mengkhianati kepercayaan rakyat.
Realitanya, publik Lampung masih ingat bagaimana mutasi pejabat di beberapa instansi Pemprov memunculkan sorotan. Ada pejabat yang tengah bermasalah justru mendapat posisi strategis. Ada pula perpanjangan masa jabatan lembaga publik yang dilakukan diam-diam, tanpa keterbukaan informasi. Semuanya menambah daftar panjang rapuhnya praktik meritokrasi di daerah ini.
Di titik ini, ucapan Egi menjadi kontras. Ia seolah mengingatkan: jika seorang bupati berani bicara lantang soal integritas dalam pelantikan, kenapa kepala daerah lain justru masih terjebak dalam praktik transaksional?
Lebih jauh, publik butuh bukti, bukan sekadar retorika. Karena sekali saja jabatan diperlakukan sebagai hadiah, kredibilitas pemerintahan runtuh. Dari sana muncul mata rantai persoalan lain: korupsi, maladministrasi, hingga hancurnya kepercayaan rakyat.
Sudah saatnya Lampung belajar, bahwa pemerintahan yang baik hanya bisa berjalan dengan pejabat yang dipilih berdasarkan kompetensi, integritas, dan rekam jejak bersih bukan karena kedekatan dengan kekuasaan.
Pesan sederhana itu, “jabatan bukan hadiah untuk timses,” barangkali memang ditujukan untuk lingkup kecil Lampung Selatan. Tapi gaungnya bisa menggema lebih jauh. Ia adalah sindiran berkelas untuk siapa saja yang masih menjadikan kursi jabatan sebagai dagangan politik.
Kini, tinggal bagaimana kita publik dan pers menjaga agar pesan itu tidak berhenti sebagai jargon, tetapi benar-benar menjadi standar baru dalam tata kelola pemerintahan.
Oleh: Rikman Rasyid
Saung Berita