Bandarlampung – Mantan Ketua Komisi Informasi (KI) Lampung periode 2010–2014, Juniardi SIP SH MH, angkat bicara soal molornya proses seleksi komisioner Komisi Informasi Provinsi Lampung. Ia menyebut ada kejanggalan serius, bahkan seolah lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan keterbukaan informasi publik justru abai pada amanat undang-undang.
“Idealnya, lembaga KI harus jadi teladan transparansi. Tapi kenyataannya, SK perpanjangan komisioner saja tertutup dari publik. KI yang habis masa periodenya justru tak aktif mendorong Pemprov melanjutkan proses seleksi,” kata Juniardi.
Menurutnya, Komisi Informasi bukan lembaga biasa. Ia lahir atas perintah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dengan mandat mulia: menyelesaikan sengketa informasi lewat mediasi atau ajudikasi, hingga menetapkan standar layanan informasi publik. “Artinya, keberadaan KI itu adalah perintah UU, bukan sekadar keinginan daerah,” tegasnya.
Namun yang terjadi di Lampung, Juniardi menyebut, publik justru dihadapkan pada kabar sumir: antara eksekutif, legislatif, hingga komisioner KI saling lempar tanggung jawab. Proses seleksi molor hingga masuk tahun kedua tanpa kepastian. “Kalau memang alasan Pemprov karena anggaran, katakan saja. Jujur di depan publik. Jangan ada tapi seperti tidak ada,” kritiknya.
Bagi Juniardi, transparansi bukan jargon. Ia adalah kunci mencegah korupsi, membangun kepercayaan, dan memperkuat partisipasi masyarakat. Ia mengingatkan, banyak informasi yang seharusnya terbuka sesuai amanat Pasal 9, 10, dan 11 UU KI justru tidak dijalankan. “Transparansi itu mencegah korupsi. Dengan informasi yang terbuka, publik bisa menilai dan memantau jalannya pemerintahan,” tegasnya.
Juniardi menekankan, transparansi mensyaratkan penyediaan informasi yang lengkap, jujur, dan mudah diakses masyarakat. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan kebijakan harus jelas, nyata, dan tidak menyembunyikan maksud tertentu. Dengan begitu, publik bisa memahami dan menilai bagaimana pemerintah bertanggung jawab atas tindakannya.
Ia menutup tanggannya dengan sindiran tajam: jika Lampung menganggap KI sebagai beban, nyatakan saja. “Tapi itu mustahil, karena salah satu fokus gubernur Lampung adalah membangun pemerintahan yang transparan. Maka KI justru harus diperkuat, bukan diperlambat,” pungkasnya.