Bandar Lampung – Di tengah derasnya arus informasi digital, justru langkah menjaga keterbukaan publik di Lampung tersandung hal sepele: anggaran rekrutmen komisioner Komisi Informasi (KI) dan KPID tidak disiapkan.
Ketiadaan anggaran ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pemerintah benar-benar serius menjaga hak masyarakat atas informasi dan ruang penyiaran yang sehat, atau sekadar menjalankan rutinitas birokrasi tanpa ruh?
Anggota Komisi I DPRD Lampung, Miswan Rodi, mengaku kaget setelah mengetahui fakta itu. Menurutnya, Diskominfo TIK tidak pernah mengusulkan anggaran rekrutmen dalam RAPBD Perubahan 2025 yang baru disahkan.
“Kami baru tahu setelah ramai diberitakan media. Ternyata masa jabatan komisioner KI dan KPID diperpanjang. Dalam RAPBD Perubahan kemarin, anggaran yang ada hanya untuk gaji, bukan untuk rekrutmen baru,” tegas Miswan, Selasa (26/8/2025).
Kasus ini bukan hal sepele. Jawa Barat pernah menghadapi persoalan serupa hingga bergulir ke Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK jelas: perpanjangan masa jabatan komisioner ditolak, rekrutmen baru wajib dilakukan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga tegas: perpanjangan jabatan hanya bisa maksimal sembilan bulan, itupun karena kondisi darurat. Namun di Lampung, celah ini seolah dijadikan pembenaran tanpa langkah konkret.
Miswan bahkan menuding Diskominfo tidak memahami tupoksi dalam urusan strategis ini.
“Kalau anggaran gaji ada, tapi rekrutmennya tidak disiapkan, artinya soal kemauan. Bisa jadi memang tidak peduli, atau abai. Dan ini bisa jadi preseden buruk bagi pemerintahan Mirza–Jihan,” ujarnya dengan nada keras.
DPRD memastikan akan mengawal penuh proses rekrutmen agar tidak dianggap sepele. Karena tanpa KI dan KPID yang kuat, keterbukaan informasi bisa kehilangan makna, dan publik dibiarkan berada dalam ruang informasi yang gelap.
Kini, pertanyaan mengemuka: apakah Pemprov Lampung berani memperbaiki kelalaian ini, atau membiarkan publik terus menunggu dalam ketidakpastian?