Bandar Lampung – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Lampung, Prof. Hamzah, menyoroti vonis satu tahun penjara yang dijatuhkan kepada mantan Sekretaris Daerah Pringsewu, Heri Iswahyudi.
Ia menilai putusan itu berpotensi menimbulkan kontroversi karena jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjungkarang yang diketuai Enan Sugiarto memutus Heri bersalah dalam perkara penyimpangan dana hibah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kabupaten Pringsewu tahun 2022. Putusan dibacakan pada Rabu, 20 November 2025.
“Heri Iswahyudi dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun,” kata Juru Bicara PN Tanjungkarang, Samsumar Hidayat pada Kamis malam, 20 November 2025.
Selain hukuman badan, majelis mewajibkan Heri membayar uang pengganti Rp5 juta. Jika tidak dibayar, diganti tiga bulan kurungan.
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman 4 tahun 9 bulan penjara, denda Rp250 juta subsider tiga bulan, serta uang pengganti Rp119 juta.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Heri bersama Bendahara LPTQ, Tari Prameswari, dan Sekretaris LPTQ, Rustiyan, menggunakan dana hibah tidak sesuai peruntukan hingga menimbulkan kerugian negara Rp584 juta.
Heri juga disebut memerintahkan Oki Herawan Saputra, tenaga honorer Kesra sekaligus sekretariat LPTQ, untuk membuat proposal pengajuan hibah fiktif.
Prof. Hamzah mengatakan perbedaan mencolok antara tuntutan jaksa dan vonis hakim menimbulkan pertanyaan publik.
“Untuk mengetahui alasan pasti mengapa vonis lebih ringan, pertimbangannya harus dibaca lengkap dalam ratio decidendi putusan,” ujarnya.
Ia menilai dari perspektif keadilan publik, vonis satu tahun dalam perkara korupsi dengan kerugian ratusan juta rupiah sering dianggap terlalu ringan.
“Publik berharap hukuman yang memberi efek jera terhadap pejabat publik,” kata Hamzah.
Putusan ini masih dapat diajukan banding baik oleh jaksa maupun terdakwa.









